Loading...

Kata Pengamat Penerapan ERP Mesti Memerhatikan Hal Ini

Kata Pengamat Penerapan ERP Mesti Memerhatikan Hal Ini
Penerapan ERP di Jakarta @ Istimewa
Reporter: Deny | Editor: Tama

TitikKata.com - Kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) di sejumlah ruas jalan DKI Jakarta, perlu didukung dengan komunitas transportasi sekitar agar menciptakan sistem transportasi berkesinambungan. Hal itu, ditegaskan pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio yang menilai perlunya perumusan kebijakan penerapan ERP menjadi bagian dari Transportation Demand Management (TDM).

Dia menegaskan congestion pricing (pungutan biaya kemacetan) bukan menjadi tolok ukur solusi masalah perkotaan yang berdiri sendiri. Perlu dilakukan kombinasi dengan beberapa TDM strategi yang lain. 

"Formulasi congestion pricing ini harus diramu untuk kondisi perkotaan di Indonesia, seperti wilayah Jakarta. Harus diperjelas bahwa harga sebuah kemacetan yang di terjemahkan dalam bentuk ERP distribusinya ke arah perbaikan," ungkap Agus saat dihubungi Titik kata.com, Sabtu (14/1/2023).

Selanjutnya, yang perlu dikelola yaitu keberadaan angkutan umum massal pada koridor pemberlakuan ERP atau PL2SE (Pengendalian Lalu-lintas Secara Elektronik). Implementasi tersebut bertujuan untuk mengupayakan penggunaan kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal.

Kemudian, seluruh biaya ERP yang dibebankan kepada pengguna jalan kendaraan bermotor harus terdistribusi perbaikan layanan angkutan umum.

"Perbaikan layanan angkutan umum menyangkut kapasitas, fasilitas pendukung integrasi, akses, bahkan sampai kepada tarif angkutan yang rendah atau murah, tergantung skema bisnis ERP-nya," jelas dia.

Jika berdiri sendiri, sambung Agus, tentunya ERP belum menjadi solusi kemacetan, namun hanya sebatas memindahkan kemacetan ke titik lain, utamanya pada jalan alternatif di DKI Jakarta.

Guna efektivitas pengentasan persoalan, perlunya implementasi minimal kombinasi dari tiga penerapan Intelligent Traffic System, yakni ERP yang dikombinasikan dengan ITCS (intellegent traffic control system). 

"Untuk koridor jalan yang tidak terdapat angkutan massalnya, supaya mampu mengurai beban lalu lintas yang terlimpahkan dari koridor ERP, dan bersamaan dengan itu juga implemntasi ETLE (tilang elektronik) di koridor luar ERP untuk memastikan kedisiplinan lalu-lintas," ujar Agus.

Dirinya melihat, saat ini ada beberapa opsi penerapan ERP di Jakarta, bisa jarak pendek dan jauh, atau koridor. Sistem jaringan transportasinya pun akan disesuaikan dengan pola pergerakan kendaraan disekitar 25 Ruas Jalan. 

"Kenapa 25 ruas jalan? Karena memang ERP ini diharapkan mengganti pola TDM model Ganjil - Genap yang sudah ada tapi kurang berhasil.

ERP harus diterapkan di jalur angkutan umum yg sudah terkoneksi dari titik awal sampai akhir di jalur ERP.

Agus sedikit menambahkan, diberlakukan pula tarif parkir mahal di sekitar jalur ERP. Melainkan di satusisi, difasilitasinya parkir murah pada titik-titik mobilitas angkutan umum.

"(Parkir kendaraan dekat ERP) tarif Rp50 ribu.  Di setiap halte atau stasiun besar harus ada park and ride yang murah, sehingga pemilik kendaraan pribadi mau pakai angkutan umum," pungkasnya.

Seperti diketahui, sejumlah kebijakan mengatasi kemacetan sudah dilakukan di DKI Jakarta. Upaya-upaya tersebut beberapa diantaranya seperti penerapan 3in1, pengaturan jalur khusus, pembatasan jalur kendaraan bermotor, serta kebijakan Ganjil - Genap.

Kendati terjadi penurunan volume jumlah kendaraan di ruas jalan yang dibatasi, namun kemacetan bergeser ke jalur alternatif  hingga menyebabkan lonjakan tumpukan kendaraan. 

Untuk formulasi ERP sendiri, pada dasarnya sudah menjadi wacana sejak lama dan berulangkali dibahas. Mulanya pada masa kepemimpinan mantan Gibernur Sutiyoso tahun 2004. Beberapa kali dirumuskan namun terbentur pada regulasi.

Baca Berita Menarik Lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkait